WAYANG
SEBAGAI
WARISAN BUDAYA DUNIA
LAPORAN
Diajukan
untuk memenuhi tugas akhir Mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas IX
SMP Negeri 1 Pagedongan
Tahun Pelajaran 2013/2014
Disusun oleh : Angga
Permadi
Dudi
Agus Sutomo
Moh. Dimas Adji Saputra
Muklis Ridwan
Retno Wahyuningtias
Sustania Indah Putri
Wahdani Kartikarisari
SMP
NEGERI 1 PAGEDONGAN
2014
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan
ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir Mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas
IX
SMP
Negeri 1 Pagedongan Tahun Pelajaran 2013/2014
Buku ini telah
disahkan oleh guru Bahasa Indonesia.
Hari :
Tanggal
:
Guru Bahasa Indonesia Ketua
Kelompok
Sumarsih S.Pd. Retno Wahyuningtias
NIP:19641230 198703 2
006
ii
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan laporan ini
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas IX tahun pelajaran 2013/2014. Selain itu
juga untuk dapat menggambarkan dan memberi bekal kepada kita terhadap besarnya
kekayaan budaya bangsa di negara tercinta kita.
Pada kesempatan ini tidak lupa kami ingin mengucapkan
terimakasih kepada Kepala Sekolah, Para guru, dan semua pihak yang telah
membantu kami dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih
banyak kesalahan mengingat keterbatasan kami. Oleh sebab itu, kami senantiasa
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan selanjutnya. Harapan kami
mudah-mudahan laporan ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan awal
untuk menyadarkan kepada kita semua akan kekayaan budaya bangsa sehingga kita
dapat memanfaatkannya secara benar dan optimal.
iii
DAFTAR ISI
Halaman judul..........................................................................................................i
Halaman
pengesahan...............................................................................................ii
Kata
pengantar........................................................................................................iii
Daftar
isi..................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang...........................................................................................1
B.
Permasalahan.............................................................................................1
C.
Tujuan
penulisan.......................................................................................2
BAB II ISI
A.
Pengakuan
UNESCO...............................................................................3
B.
Dalang terkenal zaman mataram..............................................................6
C.
Waton pedalangan
kuna...........................................................................6
D.
Wukir
gandamana....................................................................................6
E.
Aji darma batara
surya.............................................................................7
F.
Pustakaraja
purwa....................................................................................7
G.
Perlengkapan dan piranti
pertunjukan.....................................................8
H.
Bentuk wayang purwa............................................................................11
I.
Jenis-jenis pementasan
wayang.............................................................12
J.
Menata wayang
purwa...........................................................................15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................17
B. Saran......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada
karya ilmiah ini kami memilih tama wayang sebagai warisan budaya karena pada
era globalisasi ini wayang mulai terlupakan dalam dunia. Budaya masyarakat
indonesia yang lebih banyak menyukai kebudayaan barat padahal wayang sudah
diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia oleh karena itu, kami memilih tema
ini agar orang-orang terutamanya masyarakat indonesia lebih mudah mengerti apa
itu wayang.
Indonesia
merupakan negara yang kaya akan budaya.Budaya memiliki banyak difinisi. Dua
orang atropolog yaitu Kroeber dan Kluckhohn lebih dari 50 tahun lalu berupaya
untuk memetakan kebinekaan pengertian budaya. Menurut Kroeber dan Kluckhohn,
ada enam pemahaman tokoh mengenai budaya (Sutrisno dan Prutanto, 2005).
Deskriptif; cenderung memandang budaya sebagai totalitas komprehensif yang
menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus menunjukan sejumlah ranah(bidang kajian)
yang membentuk budaya.
Kedua,
difinisi historis; cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialih
turunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya. Ketiga definisi normatif ;
bisa mengambil dua bentuk yaitu budaya adalah aturan atau jalan hidup yang
membentuk pola-pola perilaku dan tindakan yang konkret, serta budaya menekankan
peran gugus nilai kebudayaan. Oleh karena itu, marilah kita sebagai generasi
muda sudah menjadi kewajiban kita untuk mempu untuk melestarikan dan memainkan
wayang.
B.
Permasalahan
- Bagaimana kita dapat mengenalkan
wayang sebagai warisan budaya negeri tercinta kita kepada dunia Internasional.
- Memberitahukan kepada anak cucu kita
terhadap bagaimana cara memainkannya
- Memberitahukan kepada generasi muda
kita akan bagaimana cara-cara untuk merawat wayang yang baik dan benar.
1
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan kami menulis karya ilmiah yang bertemakan
wayang ini karena wayang adalah salah satu dari banyak budaya indonesia yang
menarik dan memiliki banyak sejarah dalam tahap tahap pengenalannya.
2
BAB II
ISI
WARISAN BUDAYA DUNIA
A. Pengakuan dari UNESCO
Dalam
kancah percaturan dunia pewayangan, 17 November 2003, UNESCO sebagai salah satu
badan atau institusi yang membidangi kebudayaan di bawah naungan Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) telah menetapkan wayang sebagai warisan budaya dunia.
Penetapan itu tercantum pada Piagam yang bernama “ A Masterpeace of the Oral and Intangible Heritage of Humanity”.
Penghargaan itu merupakan kehormatan yang dapat
mengangkat nama baik dan citra Indonesia di mata dunia Internasional.
Penghargaan itu juga merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia apakah wayang
tetap mampu bertahan dan berkembang di tengah-tengah globalisasi yang melanda
yang melanda dunia yang ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi informasi
(Information Technology).Dengan momentum penghargaan UNESCO ini masyarakat
pewayangan berekad untuk meningkatkan upaya pelestarian dan pengembangan wayang
itu sendiri. Pengakuan dan penghargaan itu sbagaimana dinyatakan oleh Direktur
Jendral UNESCO sebagai berikut.
The
wayang Pupet Theatre, the Indonesian National candidature, was selected by
international Jury, together with 27 other of the Second Proclamation of
Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity last November, only
weeks after the historic adoption of the Convebtion for the Saferguarding of
the Intangible Cultural Haritage by UNESCO’S General Conference at its 32rd
Session in October 2003.
I
am confident that the succes of the Second Proclamation and the adoption of
that Convention will give new impetus to thesafe-guarding of the intangible
cultured heritage, which is being recorgnized by more and more people as a
vital forin the preservation of cultural diversity throughout the word.
UNESCO telah menegaskan komitmennya untuk mengembangkan
wayang.
Dari segi historis,
berdasarkan prasasti Wukajana wayang dikenal pada abad XXII M, apabila dilihat
dari bentuk huruf huruf yang masih bisa dibaca, wayang berasal dari Belitung
(Van Naerssen, 1937;444-446). Pertunjukan wayang telah ada aejak ada IX yang
disebut dengan mamayang buat hyang tertulis dalam prasasti Kuti (840 M) disebut
pula dengan kalimat haringgit. G.A.Y Hazeau bependapat di dalam disertainya
tahun 1897 bahwa meskipun pada ahirnya pertunjukan wayang itu diperkaya dengan
cerita yang berasal dari naskah naskah sastra India.
Wayang adalah ciptaan budaya genius bangsa Indonesia yang
telah dikenal sekurang-kurangnya sejak
abad X dan telah berkembang hingga masa kini.
Wayang purwa itu ketika masih zaman prabu jaya baya di
Kediri, bentuknya mengambil pola gambaran relief candi panataran didekat Blitar.
Digambar miring di daun tal, yang digunakan untuk melukisnya adalah tulang daun
aren yang di runcingkan, kalau daun itu sudah kering coretanya akan terlihat
jelas, begitu sampai zaman majapahit. Setelah zaman majapahit lalu digambar lagi
dikertas dialasi dengan kain, digambar satu adegan menurut lakonya. Jika sudah
satu lakon lalu digulung dan diberi warna. Jurus sunggingnya adalah putranya
sendiri bernama raden sungging prabangkara, lalu dinamakan wayang beber.
Setelah sampai
zaman demak keislaman, bentuk wayang diganti corak miring serba panjang, sampai
hilang bentuk manusianya hanya tinggal berbentuk gambar seperti berbentuk
manusia. Yang pertama membuat seperti itu adalah Sunan Giri. Lalu yang jadi
pemimpin wayang adalah Batara Guru diberi sebutan Girinata, mempunyai maksud
Sunan Giri yang nata. Pada mulanya wayang yang dibuat dari kulit kerbau adalah
ketika bertahanya Raden Patah menjadi Sultan Demak pada tahun Jawa 1437, pada
awalnya bentuk bentuk wayang purwa itu seperti wujud manusia, yang digunakan
sebagai contoh adalah gambar relief candi Panataran . Oleh karena dalam ajaran
agama islam personifikasi dilarang (haram), padahal sang sultan suka sekali pada
wayang, para wali lalu membantu membuat bentuk wayang kulit purwa tadi.
Pemberian perhiasan wayang seperti kelat bahu, gelang,
keroncong, anting-anting, badhong, jamang, gelung atau ngore, dengan probo
serta perhiasan wayang diwarnai dengan
emas, serta pakem lakon wayang serta suluknya. Yang menambai adalah Hyang
Sinuwun Ratu Tunggul di Giri ketika mewakili kraton Demak, pada tahun jawa
1478.
4
Penambahan perlengkapan
memainkan wayang kulit dengan kelir, gedebog serta blencong itu adalah kanjeng
sunan kalijaga. Yang menambah dengan wayang kera (wanara) adalah sunan giri.
Yang menambah dengan wayang ricikan, gajah, kuda, serta prajurit perampokan
adalah sunan bonang. Ditinjau dari segi filosofi, sesungguhnya seni pewayangan
mengandung pendidikan budi pekerti secara universal. Ditinjau dari segi sosiologis
seni pewayangan atau pedalangan itu harus bisa menerangkan pentingnya
pengetahuan pedalangan yang berhubungan dengan kehidupan serta bagaimana
menjalaninya.
UNESCO
telah menegaskan komitmennya untuk mengembangkan wayang, begitu pula harapan
kita kepada pemerintah dan semua pihak untuk ikut serta memberikan
partisipasinya agar wayang tidak hanya sebagai seni tontonan tetapi juga
merupakan salah satu upaya untuk memantapkan identitas bangsa dan solidaritas
nasional. Wayang merupakan salah satu jati diri bangsa Indonesia dan mampu
membangkitkan rasa solidaritas menuju persatuan, wayang mempunyai peran yang
bermakna dalam kehidupan dan pembangunan budaya khuusnya untuk memebentuk watak
bangsa. Oleh karena itu, konsekuensinya wayang harus dipelihara dan dilestarikan
tidak hanya oleh bangsa Indonesia, tetapi juga oleh bansa-bangsa lain di dunia
terutama oleh anggota PBB agar tidak mengalami kepunahan. Wayang bukan
semata-mata sebagai drama bayangan atau shadow
play melainkan sebagai bayangan kehidupan manusia karena wayang
menggambarkan kehidupan manusia dengan segala persoalan yang dihadapinya.
Bahwa
pertunjukan wayang menggunakan media kulit baru diperjelas sekitar abad XI-XII
sebagaimana dinyatakan dalam kitab Arjunawiwaha(Wiryamartana, 1987:154) yaitu :
-
ananton
ringgit manangis askl mudha hidpan
-
huwus
wruh towin ya(n) walulang inukir molah angucap
-
atur
ning wwa(ng) trseng wisaya malah tan wi(hi) ka(nhi) na
-
r<i>
tat wan (y) a-n (m)ay sahana-hana ning bhwa siluman
Artinya:
-
ada orang menonton wayang,
menangis,sedih,kacau hatinya
-
telah tahu pula bahwa kulit yang
dipahat yang bergerak dan berucap itu
-
begitulah rupanya orang yang lekat
akan sasaran indra melongo saja, sampai tak tahu
-
bahwa pada hakekatnya mayalah segala
yang ada sulapan belaka 5
B.
Dalang Terkenal Zaman Mataram
Nama-nama para dalang yang terkenal di Mataram ketika
zaman Kanjeng Susuhunan Sultan Agung Anyakrakusuma ada empat, yaitu Ki
Widiguna, dalang dari Bantul, menantu Ki Lebdapura keturunan dalang daleman,
dari desa Jadog Giripura, adalah dalang wayang purwa.
Ki
Cermanas, orang asli dari desa Wana-marta sebelah selatan Mojokerto, Jawa
Timur, dalang wayang purwa. Ki Widileksana, orang asli dari desa Bahrawa,
aslinya orang dari Pajang, anak dari Ki Citlarata pada waktu itu kondang
sebagai dalang bagong. Ki Tur Krucil, orang asli Kediri, sebenarnya orang dari
Blam-bangan keturunan dari dalang Krucilyang bernama Ki Etur, dalang wayang
klithik(wayang kayu).
C.
Waton Padalangan Kuna
Cerita zaman
para Kurawa itu mungkin cerita yang tersebut dalam serat Mahabarata yang masih
asli, yang tidak terlalu menjelek-jelekan para Kurawa. Cerita-cerita kuno
tersebut nantinya terbalik 180 derajat, hanya untuk memuji-muji pada Pandawa
padahal sebenarnya Pandawalah yang jelek, Pandawa selalu dinyatakan unggul,
Kurawa selalu dikalahkan. Oleh sebab itu, pembalikan tersebut tidak bisa
sempurna seratus persen, masih kelihatan aslinya.
Lakon Caluntang Gendreh Kemasan Rara Temon. Negara Amarta
ditundukan oleh Sang Adipati Karna, Pandawa melarikan diri ke negara Wirata.
Negara Dwarawati ditundukan Prabu Baladewa, lalu sang Prabu Anom
Wisnubrata(Samba) mengungsi ke negara Wirata.
D.
Wukir Gandamana
Raden Wibisana setelah menjadi ratu di Ngalengkadiraja
atau Ngalengkapura, lalu bergelar Prabu Wibisana. Sang prabu mempunyai dua
putra, yang tua bernama Dewi Trijatha dan yang muda bernama Raden Bisawarna.
Sang dewi selalu memohon pada sang Resi untuk bisa untuk
mendapatkan seorang keturunan. Permohonan sang Resi pada Jawata tulus dari
dalam hati, siang dan malam selalu berdoa supaya segera diberi keturunan. Atas
kekuasaan sang Dewa, permintaan sang Dewi bisa dilaksanakan tetapi dengan
syarat harus mengabdi ke negara Astina. Dewa memerintahkan agar meminta
petunjuk pada raja di Astina. Selah mengandung tiga bulan lalu dibawa kembali
ke Gandamadana oleh Resi Kapi Jembawan.
6
E.
Aji Darma Batara Surya
Dewi Kunthi
memiliki Aji Darma pemberian Batara Surya. Aji tersebut jika dipakai bisa
mendatangkan para Dewa yang ada. Dewi Prita memiliki empat putra yaitu: Raden
Suryaputra, Prabu Darma Putra, Bayu Putra, Prabu Hendratanaya.
Sang
eyang adalah seorang pandita yang waskita
sidik ing paningal , sudah bisa melihat asal mula kejadian dan apa yang
akan terjadi. Oleh karena itu ia segera memerintahkan cucunya Radeb Harjuna,
untuk menghadap ke Kayangan Cakrakembang untuk meminjam upacara keprabon
Kahendran, serta semua pakaian yang akan dipakai temanten. Sang Hyang Hendra setelah mendengar penuturan kakaknya,
Batara Kumajaya, kalau sang putra Harjuna akan menikah dengan putri Dwarawati
yaitu Rara Ireng(BrataJaya) dan meminjam upacara keprabon, maka segera diberikan
karena yang meminta itu adalah sang putra sendiri.
Bebana
Bumi yang memberi adalah paman sendiri, yaitu prabu Bisawarna dan juga paman
Dewi Jembawati, istri tua prabu Kresna di Dwarawati. Bebana yang dari Kahendra,
yang memberikan adalah putra Batara Hendra dengan Dewi Kunthi.
F.
Pustakaraja Purwa
Raden Kakresana ketika datang ke Hargasonya lalu
kedatangan Hyang Brahma, diberi wisik aji
balarama yang memiliki daya kekuatan tidak merasa lesu, lupa, lapar serta
tidak kelelahan selamanya, semua wisik sudah bisa diterima dalam hatinya. Ia
lalu diberi senjata berupa angkus yang mempunyai daya kekuatan dan diberi
senjata alagadara. Alagadara itu berupa bajak yang menandakan kemakmuran. Oleh
karena itu, Prabu Baladewa menjadi ratu para petani.
7
G.
Perlengkapan Dan Piranti Pertunjukan
1. Menyimpan Kotak Wayang
Cara menyimpan wayang kulit agar tetap baik dan kuat
sampai bertahun-tahun adalah mulai dari petinya, yaitu kotak tempat
wayang.Penyimpanannya harus di tempat yang baik.Kotak wayang diberi ganjalan
dari bangju kayu kecil (dingklik) dua buah tingginya 50 cm, panjangnya sesuai
dengan lebar kotak lalu diletakan berdampingan untuk mengganjal kotak tadi.Jadi
kotak tidak diletakkan diubin atau tanah didalam rumah , kotak tersebut bisa
pas diatas dingklik. Dan lagi, dan kotak
jangan sampe menempel pada tembok atau gebyok didalam rumah agar jangan sampai
terkena hawa dingin dan menjadi lembabatau kemasukan hewan hewan kecil . Maka
kotak harus diberi jarak 30 cm . Di atas kotak yang sudah tertutup rapat lalu
diberi tutup dari kain perlak yang rapat mengelilingi kotak sesuai dengan
besarnya kotak agar bila terkena air hujan dari atas tidak bisa masuk ke dalam
kotak.
Selanjutnya
mengangin-anginkan wayang kulit. Cara mengangin-anginkan wayang kulit adalah
sebelum kotak diambil dari tempat penyimpanan, terlebih dahulu disiapkan tempat
untuk mengangin-anginkan wayang tersebut, jangan sampai tempatnya terlalu panas
atau dingin. Kotak lalu di mulai dibawa ke
tempat yang sudah di atur dengan baik tadi, diletakan yang enak jangan
sampai mengganggu dalam mengangin-anginkan wayang. Kain perlak penutup kotak
diambil lebih dahulu, lalu ditaruh ditempat yang sesuai jangan sampai terkena
panas matahari, selain cepat rusak, juga membuatnya menjadi lembab yang tidak baik
untuk wayang. Kalau sudah selesai, gembok kotak lalu dibuka dilanjutkan debgan
membuka tutup kotak dibuka, ditumpuk di atas tutup kotak tadi untuk alas wayang
yang tidak tanganan kelir diangin-anginkan lebih dulu, dijemur sebentar di
terik matahari tapi jangan sampai terlalu lama. Kalau sudah hangat lalu
diangkat serta dikibas lalu dilipat dan digantung di tempat yang sejuk dalam
teras atau rumah.
2. Tata Cara Simpingan
Sekarang
mulai mengeluarkan wayang. Biasanya yang paling atas adalah kayon ( gunungan),
diambil lalu ditumpuk di embleg yang ada di atas tutup kotak tadi, atau
ditempat tancepan kayu yang sudah disediakan tadi. Lalu wayang bagian simpingan
sebelah kanan mulai dari prabu Tuhuwasesa ( Sena jadi ratu ) diambil lebih
dulu. Kalau sudah penuh lalu ke tali dibawahnya, tapi pemasanganya dibuat
saling membelakangi, wayang simpingan yang paling besar bagian kanan. Setelah
itu, simpingan bagian kiri, mulai dari danawa Raton 8
( kumbakarna) atau
prabu Niwatakawaca. Lalu raja danawamuda Buta Ngore ( gendong ) Prabu Rahwana
(Dasaka ) dan seterusnya sampai Pinten Tansen atau Nakula dan Sadewa sampai
simpingan kiri habis, penataanya sama seperti simpingan kanan yang sudah
diangin-anginkan tadi, ebleg dikumpulkan dikumpulkan jadi satu lebih dulu.
Selanjutnya wayang dudahan, yaitu wayang yang tidak pernah disimping ,
sedangkan kalau wayang pedalangan yang pasti ada diatas,di bawahnya wayang
simpingan,biasanya adalah wayang ricikan yaitu senjata-senjata
wayang,prampokan,kereta kencana,kuda,gajah,lalu para tapa serta dagelan,serta
ada beberapa yang mencampur dengan sebangsa hewan buruan.Sedangkan wayang yang
mempunyai tangan hidup ,mengangin-anginkannya dengan cara dikaitkan seperti
wayang simpingan diatas tadi .Sedangkan wayang yang tangannya mati seperti
Batara Guru,Kayon Gunungan,setanan,brajut,mengangin-anginkannya cukup
ditancapkan di tempat tanceban kayu sampai semua wayang habis
dikeluarkan.Sekarang membersihakan kotak .Semua dibersihkan dan dikeluarkan
dari kotak terlebih dulu,kotak wayang dibersihkan sampai bersih,jangan sampai
ada hewan merayap yang masuk didalam kotak tadi,kotak jangan sampai terkena
hawa panas atau dingin.Kalau kotak sudah bersih,diberi alas kardus atau kertas
yang tebal agar bisa hangat.Kalau punya atau bisa mencari,lebih baik kalau
diberi bulu laring merak (burung cohong),bulu tersebut bisa menghangatkan dan
semua hewan merayap tidak mau mendatangi.Kalau tidak ada cukup diberi kapur
barus (kamper).Kalau semua alas sudah diatur dengan baik lalu ditutupi eblek yang
sudah dibersihkan ,semua alat wayang yang disimpan di anakan kotak tadi
,dikembalikan ketempatnya jangan sampai ada yang tertinggal.Kalau sedang
membersihkan wayang jangan sambil merokok karena abunya bisa jatuh dan
mengotori wayang sehingga wayang menjadi kurang bagus.
3. Menjaga Kebersihan Wayang
Semua
wayang yang sudah diangin-anginkan tadi sebelum dimasukan dalam kotak sebaiknya
diteliti satu persatu, wayang yang gapitnya longgar atau talinya kurang kuat,
dikumpulkan lebih dulu jadi satu.
Jika
wayang kurang lembut harus dihaluskan, ditambal sambung dengan kulit baru lalu
ditata lagi menurut tatahan yang lama. Selanjutnya memilih wayang yang terkena
jamur, dikumpulkan menjadi satu seperti tadi. Wayang yang terkena jamur itu
dibersihkan dengan sikat yang halus dengan pelan-pelan, jangan sampai merusak
cat wayang yang sudah tua. 9
Jika
jamur tersebut sudah terlihat tebal sampai terlihat hampir putih semua, cara
membersihkannya dengan kain lap yang empuk, dibasahi dengan air hangat, jika
sudah kering catnya akan terlihat memudar, jika catnya masih baru akan bersih
lagi seperti semula sedangkan jika catnya sudah lama tentu akan terlihat
tergores.
4. Susunan Lapisan Eblek
Setelah
kotak bersih lalu diberi alas kertas yang tebal atau karton, lalu diberi laring burung merak atau kapur barus
sebagai pengusi hewan merayap. Kalau sudah baik lalu ditumpangi eblek, eblek
adalah alas wayang untuk pembatas agar wayangnya bisa naik penataannya.
Eblek
itu dibuay dari deling tipis dan halus lalu dianyam yang lembut, lalu dibungkus
kain atau mori putih. Itulah yang disebut eblek, alat pembatas untuk menata
wayang. Pemasangan eblek dasar yang paling bawah diatur jangan sampai tidak
seimbang(bawah atas) agar jika ditumpuk dengan wayang yang lain jangan sampai
bergeser.
Mulai
memasukan wayang dasar. Yang dimaksud wayang dasar itu seperti wayang buruan (hewan)
setanan, brayut laki-laki, perempuan, beserta anaknya, wayang yang jarang
dipakai, hanya dipakai jika ada lakon saja baru mengambil mana yang dibutuhkan.
5. Mustika Bambang Manungkara
-
Mustika Manihara
-
Minyak musala
-
Batu Marcujiwa
-
Kantong Karumba
-
Minyak Pranawa
-
Pecut akar Bayura
-
Air akar Bayura
-
Candu Sakti
10
H.
Bentuk Wayang Purwa
1. Gambaran Tentang Wayang
Wayang
kulit purwa itu menunjukan gambaran tentang watak jiwa manusia.Awal mula wayang
kulit bisa jadi bentuk yang indah adalah ketika zaman para wali di Demak,yaitu
ketika zaman islam.Tontonan wayang itu bagi bangsa Jawa sudah sangat tertanam
sampai ambalung sumsum masuk kedalam hati,lagi pula tontonan itu bisa untuk
alat pendidikan atau penerangan(propaganda)pada rakyat agar bisa menerima ajaran
dan tntunan yang baik sesuai yang dibutuhkan.
2. Macam-macam Wayang
Wayang Purwa, menurut
cerita serat yang dibuat sejak Prabu Jayabaya Narendra di Kediri, masih
berbentuk ron tal (daun tal), yang
dibuat dan di gambar dengan kalam, dimasukan dalam kandaga, (bokor besar).
Wayang Madiya,
dibuat oleh Kanjeng Gusti Mangkunegara IV di Surakarta, untuk menceritakan
kisah para ratu setelah para ratu setelah perang Baratayuda.
Wayang Dupara,
dibuat oleh Danuatmajan orang Solo. Sekarang wayang diambil di Museum
Radyapustaka juga di Solo.
Wayang Kancil,
dibuat oleh orang Tionghoa bernama Bah Bo Liem, ketika tahun 1925. Wayang
kancil digunakan untuk menceritakan kisah dongeng hewan.
Wayang Perjuangan,
dibuat oleh R.M.Sayid, pada tahun 1944. Dinamakan wayang Sandiwara untuk cerita
dongeng yang mengandung ajaran yang baik. Wayang tersebut dipakai untuk cerita
babad Indonesia pada zaman penjajahan Belanda 350 tahun, zaman Jepang 3,5
tahun, sampai sekarang.
3. Candra Sengkala Memet
Ini adalah
petikan dari serat asal-usul wayang purwa.
a.
Wayang Batara Guru, dibuat oleh Senapati
Mataram yang pertama, setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi Candra
Sangkala.dewi dadi ngecis bumi, ini
menunjukan candrasang-kala tahun Jawa 1541, jadi sekarang sudah ada 347 tahun
(1888 – 1541) atau Ywang Guru dadi ngecis
bumi. 11
b.
Wayang Batari Durga, bermata satu serta
memegang bendera yang bergibar, dibuat oleh kanjeng Susuhunan Mangkurat pertama
di Kartasura. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala warna ngasta benderaning dewa,warna ngasta
benderaning dewa, yang menunjukkan candrasengkala tahun 1621, jadi sekarang
sudah ada 267 tahun (1888 -1625).
c.
Wayang Danawa Perempuan Kenyawandu,
dibuat oleh Kanjeng Pengeran Hadipati Puger di Kartasura. Setelah selesai dalam
membuat wayang lalu diberi candra sangkala, buta
nembah rarasing nata, menunjukan candra sangkala tahun 1625, jadi sekarang
sudah ada 263 tahun (1888 – 1625).
d.
Wayang Danawa Congklok, yang dimaksud
adalah Buta Terong, dibuat oleh Kanjeng Susuhunan P.B. II di Kartasura. Setelah
selesai dalam wayang lalu diberi candrasangkala buta lima mangsa manusia, menunjukkan candrasangkala tahun 1655,
jadi sekarang sudah ada 233 tahun (1888 – 1655).
I.
Jenis-jenis
Pementasan Wayang
1.
Wayang
Panggungan
Wayang
panggungan adalah wayang yang ditata ditancapkan di gedebog sebelah kiri dan
kanan tempat duduk dalang kalau sedang memainkan wayang, atau disebelah kanan
biasanya ditancapkan di gedebog yang ada diatas tutup kotak wayang, juga
diataur dengan bentuk barisan mulai dari yang besar sampai yang kecil, sebagai
penyeimbang yang sebelah kanan. Cara penataanya, wayang itu diurutkan menurut
wayang yang sudah ditentukn penataannya, sedangkan urutan menata wayang
panggungan tadi disebut nyimping.
2.
Wayang
Dugangan Dan Ricikan
Semua
wayang punggawa dan buta yang tidak ikut disimping disebut wayang dugangan, kata
dugangan diambil dari tingkah laku wayang kalau sedang dimainkan. Mereka tidak
berperang denga senjata, tapi pasti saling menendang, saling meninju, dan
saling buang. Kalau sudah kalah, yang kalah baru sesumbar akan menmggunakan
senjatanya. Itu semua disebut wayang dugangan. Wayang ricikan, contohnya kayon (gunungan),
prampogan, kereta, senjata (gaman) dan sebangsa buruan. 12
3.
Wayang
Buta Prapatan
Wayang
buta prepatan adalah wayang Murgan, yaitu wayang susulan, jadi berbeda dengan
wayang baku. Kebanyakan wayang danawa Sangkalan atau wayang buta Candra
sangkala, seperti Buta Cakil (Panyareng), buta Rambutgeni, danawa Emban
Kenyawandu, buta endog buta terong (Cungklok), kalau sekarang ditambahi buta
Gombak (galiyuk atau kobis). Wayang danawa prepatan tadi untuk melengkapi lakon
ketika ada adegan para ratu sabrangan. Buta Prerepatan tadi dijadikan sebagai
utusan, tiga danawa tadi sama-sama diperintah pergi ke tanah jawa. Dinamakan
danawa prepatan karena dalam perang, tiga denawa berperang empat kali, yang
pertama buta Cakil perang lalu melarikan diri mencari bantuan. Yang kedua buta
Rambutgeni atau Pragalba, terserah mana yg disenangi, membantu perang sampai
mati.
4.
Wayang
Sangkuk
Wayang
sangkuk adalah semua wayang yg tidak lurus bentuknya, jadi mulai pinggang naik
agak dibuat maju sedikit, jadi wayangnya kelihatan seperti orang agak
bungkuk.Kata sangkuk mempunyai maksud,
mulai pinggang ke atas dibuat agak maju seperti orang yg agak bungkuk, begitu
maksud yg dibuat sangkuk. Wayng sangkuk dibuat pada zaman Sinuhun Sultan Agung
Anyakrakusuma di Mataram, dengan maksud mempunyai rasa kesusilaan dan tatakrama
hanoraga(merendahkan diri), ketika
tahun candra 1553-tahun jawa. Wayang sangkuk kebanyakan adalah wayang kuna, awalnya
wayang dibuang sangkuknya ketika zaman Sinuhun Kanjeng Susuhunan P.B. II di
Surakarta, yg mengubah bentuknya Kanjeng Gusti Pangeran Hadipati Anoman II.
5.
Ukuran
Wayang
Wayang
Kaper
Wayang
Kaper adalah wayang Purwa tapi dibuat ukuran kecil. Wayang kaper yang ukurannya
besar sendiri, misalnya wayang Buta Raton atau Werkudara, besarnya hampir sama
dengan Kresna atau Harjuna dalam wayang pedalangan yang umum. Jika diurutkan ke
bawah, wayang bambangan kira-kira sebesar putren kecil, bisanya hanya untuk
mainan anak kecil yang senang dan mempunyai dasar pengetahuan pedalangan.
13
Wayang
Kidang Kencana
Wayang
Kidang Kencana itu juga termasuk wayang purwa. Yang dimaksud Kidang kencan itu
adalah nama ukuran wayang atau wayang kencana, artinya ukuran sedang, ukuran
kecil tidak besar. Jadi mengambil ukuran tengah.Biasanya yang besar sendiri
dalam wayang kencana tadi, misalnya Wayang Buta Raton atau Tugu Wasesa yang
disumoing paling depan, ukuran wayang mengambil ukuran wayang Gatutkaca dalam
pedalangan umum. Maksudnya agar bisa ringan jika dimainkan kyai dalang kalau
sedang memainkan wayang, jangan sampai kelihatan ngoyo dalam memegang wayang kalau dilihat orang banyak. Begitu
maksud dibuatnya wayang tanggung yang diberi nama Kidangkencana tadi. Kidang
Kencana ketika zaman Sinuhun Ratu Tunggal di Giri, ketika tahun candra 1478
tahun jawa, diberi candra sangkala memet berupa wayang Dewa Batara Guru
mengendarai sapi andini, salira dwija
jadi raja. Itu adalah tahun 1478.
Wayang
Pedalangan
Wayang
pedalangan artinya ukuran umum(normal biasa)ukuran lumrah bagi pewayangan pada
umumnya yg umum dipakai para dalang kalau akan memainkan wayang. Jadi yang
dimaksud wayang pedalangan adalah wayang dengan ukuran lumrah, dimana-mana bisa
urut ukuranya.
Wayang
besar(Gede)
Wayang
besar biasa disebut Jujudan, ditambahi ukuranya menurut lebarnya palemahan, menurut
wayang yang dijujud. Misalnya wayang buta Raton, yaitu menurut berapa lebarnya
palemahan Buta Raton tadi, begitu seterusnya. Wayang besar itu kalau untuk umum
tidak biasa, selain kebesaran juga terlihat terlalu besar memenuhi tempat, tidak
seimbang dengan keadaan tempat. Bagi yang memainkan, yaitu dalangnya, juga
kelihatan susah keberatan wayang, makanya tidak lumrah menurut umum.
Wayang-wayangan
Wayang-wayangan
adalah tiruan wayang, artinya wayang yang tidak mempunyai wanda. Jadi wayang yang
hanya sekedar berwujud wayang sebagai alat untuk mencari pekerjaan. Kebanyakan
ta-tahannya tidak luwes karena tercampur penatah yang sedang belajar, sedangkan
kulitnya juga hanya sedapatnya, tidak mencari mana yang baik. Artinya, yang
tebal terkadang terlalu tebal, yang tipis terkadang sampai seperti kertas. Gapitnya
ada yang hitam, ada yang lugasan, tapi kadang ada satu dua yang diberi gapit tanduk
hitam. 14
Adapun
wayang yang biasa dipakai itu jumlahnya tidak banyak, kira-kira hanya 125 buah,
juga ada yang kurang dari 110 buah.
6.
Wayang
Dolanan
Wayang
dolanan itu wujud dan coraknya hanya sekedar bersifat wayang, tanpa ukuran. Artinya
di sini, besar kecilnya tidak bisa ditentukan sebab tidak ada polanya, dalam
membuat gambar hanya sedapatnya saja asal bisa jadi wayang. Biasanya dibuat
dari kertas karton atau kertas dilem rangkap tiga atau mencari kertas yang
kuat. Biasanya dijual ke pasar kalau hari pasaran atau di Pasar malam serta di
sekaten, begitu seterusnya. Biasanya yang membeli adalah anak dari pedesaan. Selain
harganya murah juga sudah kelihatan bagus. Wayang pasaran artinya penjualanya
hanya di pasar. Kebanyakan tentu di pasar pedesaan karena yang senang bermain
wayang seperti itu hanya anak di pedesaan saja. Wayang bocah angon(anak gembala)
itu dibuat dari batang rumput dondoman yang kuat.
J. Menata
Wayang Purwa
1.
Digunakan
dalam Hajatan
Cara
menata wayang purwa dalam hajatan adalah yang lebih dulu di pasang yaitu gedebognya, tapakdara berjumlah empat
buah diatur berjajar empat sesuai dengan panjang pendeknya kelir dilebihkan
kurang lebih satu meter. Pada bagian yang dipasang gedebog yang panjang dulusebagai tempat untuk para ratu(Katongan). Panjangnya
gedebog kurang lebih ada 6 meter, kalau
kurang bisa disambung disatukan di tengah pucuk dengan pucuk, sedangkan pangkal
gedebog ada di ujung kelir kiri dan
kanan. Lalu ambil gedebog yang satu
lagi yang berukuran pendek sekitar lima meter, dipasang agak rendah sedikit
untuk tempat para patih dan punggawa menghadap ratunya. Yang ini agak pendek
beda antara 6 cm, lalu ditancapi tapakdara yang lancip agak pendek. Gedebog lalu dijajar dua, yang panjang
di atas, yang pendek di bawah. Kedua gedebog
tadi lalu diikat dengan tali kecil supaya bisa rapat, rata dan bisa kuat
jangan sampai bergoyang. Lalu mulai menggelar kelir yang akan dipasang, lubang
kelir yang akan dipasang kiri dan kanan lalu dimasuki sligi. Sligi itu terbuat
dari kayu jati yang dibuat panjangnya menurut lebar kelir yang sebelah
dilebihkan 25 cm. Cara merentangkan kelir itu harus dua orang, memegangi sligi
kiri kanan. Sligi yang rata dimasukan kelubang blandar kiri kanan, lalu diangkat bersama-sama dan
ditumpangkan di gedebog atas, lalu direntangkan yang sama kencang.
15
Sekarang
kelir bagian palemahan di bawah ditancapkan di gedebog paseban yang sebelah
atas mulai dari kanan ke kiri. Cara menancapkannya adalah dengan dengan
diselipkan supaya kalau tertarik keatas jangan sampai lepas. Lalu ganti platet
kelir yang ada di atas ditarik dengan tali pluntur atau tali kecil yang kuat
jangan sampai putus.
2.
Simping
atau Sumping Sekar Melati
Menyumping
wayang kulit dengan benar tidak gampang. Nyumping artinya dari kata sumping misalnya
asesumping sekar melati, yaitu sepasang kembang melati diselipkan ditelinga
(daun telinga kiri dan kanan), harus memilih bunga yang besarnya sama sesuai
dengan telinga. Begitu juga menyumping atau menyimping wayang, yaitu
menjajarkan wayang yang ditancap kan di gedebog urut dari yang besar sampai
yang kecil, pemasangan wayang yang besar agak jauh dari kelir, ditancapkan di
gedebog atas, kiri dan kanan. Cara mengaturnya harus dibuat sama supaya bisa
kelihatan imbang, jangan sampai kelihatan berat sebelah. Jika wayangnya banyak
yang tersisa disumping di gedebog yang sebelah kanan, juga diurutkan seperti
yang sudah selesai disumping disebelah tadi. Jadi intinya kembali pada kata
sumping tersebut, harus imbang kiri kanan. Penataanya supaya kelihatan rapi, urut
dari yang besar sampai yang kecil. Disebelah kiri kanan wayang yang disumping
tersebut tengahnya diberi sela untuk tempat wayang jika dalang sudah mulai
memainkannya, sela tadi lebarnya antara 180 cm lebih lebar yang sebelah kiri.
Sebelum wayang mulai main, kayon (gunungan) ditancapkan di tengah kelir dulu.
Cara penataan wayang itu yang paling atas pasti gunungan (kayon), lalu wayang
sumpingan sebelah kanan sudah selesai, ganti yang sebelah kiri ada paling depan
adalah buta Raton yang bisa dinamakan Kumbakarna terus disambung Buta Raton
muda, lalu Dasamuka dan seterusnya sampai wayang yang kecil yaitu Caranggana
atau Pinten dan Tansen.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam era super modern dan era
mengglobal ini semua masyarakat lebih memilih sesuatu yang lebih berbau barat
dan melupakan semua yang bersifat tradisional oleh karena itu, kami selaku
generasi muda Indonesia yang telah diwarisi seribu budaya oleh para dedahulu
kita mengajak untuk lebih melestarikan wayang. Dan kami mengajak kepada kalian
semua untuk mau mengenalkan wayang Indonesia dalam kanca internasional.
B.
Saran
Kami
harapkan kepada seluruh pembaca yang berbahagia agar mampu untuk lebih
mengerti,memahami,dan mampu untuk melestarikan wayang sebagai warisan budaya
yang adi luhung ini. Serta kami berpesan kepada seluruh generasi muda untuk
mampu untuk melestarikannya.
17
DAFTAR
PUSTAKA
Adhikara. 1984. Dewaruci.Bandung:ITB.
Amir, Hazim. 1994. Nilai-Nilai Etis dalam pewayangan.
Jakarta: Sinar Harapan.
Any, Anjar. 1983. Menyingkap Serat Wedhatama. Semarang:Aneka
Ilmu.
Aryandini, Woro. 1996.
Citra Bima Sepanjang Zaman. Jakarta:Pepadi.
Balai Pustaka.
1939-1941.Babat Tanah Jawi.Aksara Jawa 31 Jilid Betawi Sentrem.
Bratadiningrat, GRAy,
1990, Asal Silah Warni-Warni, Surakarta.
Bratakesawa. 1952.
Katarngan Candra Sangkala. Jakarta: Balai Pustaka.
Buwana IV, Paku.1925.
Serat Wulangreh.Kediri: Tresna.
Darusuprapta. 1972.
Wayang dan Kesusastaraan Jawa. Yogyakarta: Peneliti Fakultas Sastra UGM.
Ekadjati, E. Sukardi.
1979. Cerita Dipti Ukur, Suatu Karya Sastra Sejarah Sunda. Jakarta: UI.
Hermansoemantri, Emuch.
1979. Sejarah Sukapura, Sebuah Telaah Filologis.Jakarta.
18